TAK SEMANIS GULA
Tidak terasa masa SMA telah berlalu bagiku, kini aku dan ayahku pindah ke Singapura untuk melanjutkan studiku disana dan juga karena ayahku yang mendapat proyek baru dengan pengusahaan Singapura. Aku sudah tidak sabar pergi ke sana karena bagiku disini hanyalah mimpi buruk yang aku terima.
Aku sudah muak dengan kelakuan Ibuku yang selalu memojokanku, dan semua yang aku lakukan pasti salah dimatanya. Sejak kecil Ibuku selalu memperlakukanku dengan kasar. Bahkan ketika aku duduk di TK, ibuku selalu meninggalkanku, tak pernah sekali pun menjemputku, menemaniku belajar, bermain bersamaku. Aku hanya bisa melakukannya sendiri, disaat anak seusiaku bercengkrama dengan Ibu dan Ayahnya. Ibuku yang tidak pernah peduli padaku dan Ayah yang selalu pergi ke luar kota, namun Ialah satu-satunya orang yang bisa aku andalkan di dunia ini.
Terkadang aku sangat iri dengan teman-temanku, mereka selalu membicarakan tentang Ibunya. Tapi bagiku tidak ada yang bisa aku ceritakan tentang sosok Ibu. Aku tidak pernah merasakan sosok Ibu sejak kecil. Ibuku selalu membeda-bedakanku dengan Adik-adikku. Entah mengapa?...
Sebenarnya jauh di dalam lubuk hatiku aku tetap mencintainya, karena bagaimana pun ia tetap Ibuku. Orang yang melahirkan ku.
Aku tidak pernah menceritakan keganjalan ini kepada siapa pun, termasuk Ayahku.
Ayah dan Ibu sering bertengkar hebat, dan membuatku sangat sedih. Pertengkaran dari hal-hal sepele dapat menjadi sangat besar. Masalah demi masalah timbul sampai akhirnya mereka berdua bercerai saat aku duduk di bangku kelas 1 SMP. Saat itu aku sangat bingung aku akan ikut degan siapa, aku seperti anak terlantar.
Akhirnya ayahku mengajakku ikut dengannya dan disitulah untuk pertamakalinya aku merasakan kehangatan pelukannya, Ia memelukku dengan sangat erat sambil berkata “Maafkan Ibu nak!’’
Kata yang terucap darinya, yang tidak pernah aku mengerti.
Setelah pelukan hangat itu aku sangat jarang bertemu dengan Ibu, karena Ia telah menemukan keluarga baru dan telah menikah lagi.
Sebelum berangkat ke Singapura aku berpamitan pada Ibuku, Ia hanya berkata “Jaga baik-baik dirimu” setelah itu tidak berkata apa pun lagi. Sebagai anak aku hanya ingin ridha dan kasih sayangnya, bahkan sebelum aku berangkat pun Ia tidak menunjukan kasih sayang seorang Ibu padaku.
Sepulang dari Rumah ibuku aku bergegas pulang untuk berkemas merapikan segala barang yang akan aku bawa. Saat itu pula aku melihat foto yang tergeletak diantara barang yang sangat berantakan. Tergambar dengan sangat jelas ayahku yang masih muda dengan seorang wanita yang sangat cantik. Aku bertanya pada Ayahku siapa wanita itu, dan saat itu pula ayahku menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Bahwa wanita itu adalah Ibu kandungku.
Ia meninggal saat melahirkanku..
Saat mengetahui hal itu. hatiku bagaikan digilas truk trontron, sangat sakit, sakit yang tak pernah aku bayangkan. Ayahku satu-satunya orang yang aku percaya, berbohong kepadaku.. Semua kebimbanganku selama ini terjawab tentang sosok Ibu yang tak pernah aku rasakan pada wanita yang aku panggil Ibu selama ini.
Saat itu juga aku merasa tidak ada orang yang mempedulikanku, menyayangiku, dan akhirnya aku berniat bunuh diri, ironis sekali hidupku usahaku gagal karena tali untuk menggantunggkan leherku seketika itu putus karena berat badanku yang terus naik akibat setres. Usaha itu gagal, aku bingung dengan cara apa aku harus mengakhiri hidupku.
Akhirnya aku memutuskan untuk lompat dari jembatan gantung tidak jauh dari rumahku. Namun usaha itu gagal karena tiba-tiba aku melihat seseorang sedang solat di masjid. Dan akhirnya aku tersadar bahwa semua ibadahku, shalatku, puasaku akan percuma jika aku mengakhiri hidup dengan cara ini.
Aku mengurungkan niatku untuk bunuh diri waktu itu.
Aku terbang menuju Singapura, dengan ayahku, dengan berharap di Singapura aku bisa membuka lembaran baru dan menemukan seorang kekasih yang bisa membuatku lebih bahagia. Karena sebelumnya aku belum pernah merasakan cinta, semua sahabatku pernah berpacaran kecuali aku. Namu aku sama sekali tidak mersa iri, karena aku yakin Tuhan telah menyiapkan jodoh yang terbaik untuku.
Kehidupanku di Singapura sungguh membuatku lebih bersemangat, namun itu semua belum bisa menutup lubang yang teramat dalam dihatiku. Aku menjalani hidupku dengan ayahku yang agak matakeranjang, ia selalu berganti-ganti pasangan, Aku tidak pernah risih dengan hal itu karena aku yakin aku adalah wanita yang paling ia cintai di seluruh dunia. Ia begitu menyayangiku. Aku memiliki banyak sahabat baru dan teman baru yang begitu menyenangkan. Sahabat terdekatku bernama, Audrey .Ia adalah teman terbaiku, ia selalu mengerti aku dan membantuku untuk bersosialisasi di Singapur.
Sudah setahun kehidupanku di Singapura dan akhirnya aku bertemu dengan seorang pria tampan yang aku temui di Kampus, namanya Dika. Belakangan ini aku baru tahu, Ia adalah mahasiswa pindahan dari Indonesia.
Aku sudah menaruh hati padanya sejak pandangan pertama dan akhirnya aku dan dia saling mengenal. Kami menjalin hubungan dengan sangat dekat, sebelumnya aku belum pernah sedekat ini dengan seorang pria, Dan akhirnya kami berpacaran, aku dan dika saling mencintai. Hubungan kami sangat harmonis karena ayahku dan keluarganya sangat setuju dengan hubungan kami. Hidupku bagaikan semanis Gula.
Dua tahun berlalu, aku dan Dika sangat bahagia, aku bisa melupakan semua masa laluku.
Suatu hari, Dika mengalami kecelakaan ia tertimpa balik besi di sebuah pabrik ketika ia sedang observasi skripsinya.
Setelah mendengar berita itu, hatiku bagaikan terlindas kapal titanic dan rasanya aku ingin maati. Saat itu pula aku pingsan terkapar tak sadarkan diri. Akhirnya Audrey membawaku ke rumah sakit yang sama dengan Dika. Beberapa saat kemudia aku sadar, aku teringat berita itu aku harap itu semua hanya mimpi buruk yang tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Namun kenyataan berkata lain.
Dika SEKARAT..
Kini aku hanya bisa berdo’a semoga semuanya akan baik-baik saja. Di pinggir jendela yang sempit aku hanya bisa memandangi wajahnya dengan air mata yang terus menetes dari mataku. Hatika sangat hancur bahkan kali ini lebih hancur jika dibandingkan dengan saat itu ketika aku berniat ingin bunuh diri.
Aku memohon kepada dokter untuk memberinya yang terbaik. Bebera saat kemudian Dokter keluar dari ruang operasi dan mengatakan kita hanya bisa berusaha tapi Tuhanlah yang menentukan. Dia tidak tertolong.
AHHHH!
Aku menjerit dengan keras, memohon agar dokter itu menarik kata-katanya. Saat itu aku merasa Tuhan benar-benar tidak adil paaku.
Keesokan harinya Dika dibawa kembali ke Indonesia untuk dimakamkan. Aku tidang sanggup mengantarkannya, badanku tersa sangat lemah tak berdaya seperti mayat hidup. Aku sendiri di kamarku menangis tak henti-henti. Berharap kenyataan bisa berubah, karena saat itu aku masih belum peercaya Kekasihnya telah tiada. Sudah seminggu Aku hanya diam di kamar tanpa melakukan apa pun. Audrey dan Ayah sudah melakukan berbagai cara agar aku mau makan dan keluar dari kamar.
Aku merasa hidupku sudah berakhir sampai disini, Aku sangat ingin mengakhiri hidupku ini, ingin menyusul Dika yang telah pergi.
Setiap kali aku ingin mengakhiri hidupku, aku selalu teringat foto Dika dan Ayahku yang tersimpan di dompetku. Foto ini disimpan oleh Dika sendiri sambil berkata “ Jangan pernah kamu berpikiran untuk bunuh diri lagi, Lihatlah senyumku dan senyum ayahmu ini, apa jadinya jika kau bunuh diri pasti aku dan ayahmu tidak akan pernah tersenyum lagi.”
Setelah mendengar kata-kata itu aku sudah berjanji pada Dika untuk tidak akan pernah mencoba untuk bunuh diri lagi.
Aku tidak mungkin melanggar janjiku pada Dika, padahal Dika telah melanggar janjinya sendiri. Ia pernah berkata tidak akan pernah meninggalkanku. Namun kenyataannya kini ia pergi meninggalkanku sendiri.
Aku masih belum mau untuk keluar kamar, aku pun tertidur di kamar yang seperti kapal pecah bahkan lebih parah dari itu. Dalam tidurku aku betemu dengan seorang wanita cantik, dan berkata: “ Anaku Jangan menangis lagi, Ibu mohon!” setelah berkata sepeti itu wanita itu langsung memeluku degan sangat erat, Pelukannya sangat erat dan hangat, pelukan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, dan disanalah aku tersadar itu adalah peluka dari seorang IBU. Ketika aku tersadar itu adalah Ibu kandungku yang telah meninggal, Wanita itu menghilang dalam pelukanku. Rasa hangat itu pun hilang. Tiba-tiba muncul sesosok pria tampan dari kejauhan, dan dia terlihat seperti DIKA. Aku pun berlari menghampirinya dan langsung memeluknya dengan erat, Dalam pelukan itu Ia berkata padaku “Jangan menangis lagi!” Setelah itu sosok Dika menghilang dalam pelukanku. Saat itu pula aku terbangun dari mimpiku.
Setelah terbangun aku tersadar mereka berdua mengatakan hal yang sama padaku “Jangan menangis lagi”. Aku pun membuka mata hatiku dan bangkit dari kamarku mereka berdua tidak ingin aku bersdih dan menangis lagi. Aku membuka pintu kamarku dan memeluk Ayahku dan Audrey, “ Kamu tidak sendirian nak, Ayah dan Audrey akan selalu ada untukmu” kata Ayahku.
Saat itu juga aku sadar aku harus melanjutka hidupku dan terus mendo’akan almarhum Ibu dan Dika. Dan akhirnya aku sadar bahwa hidup TAK SEMANIS GULA.
Karena terkadang kita harus merasakan pahitnya kehidupan.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar